Gereja Sudah Tidak Menarik Bagi Kaum Muda

Oleh : Handi Irawan D, Cemara A. Putra

Semakin berkurangnya jumlah remaja yang ikut kebaktian sudah menjadi fakta di dunia. Salah satu hasil temuan survei Barna Group (yang tertulis pada buku You Lost Me) terhadap orang Kristen yang berusia 18-29 tahun di Amerika menunjukkan bahwa 59% responden yang dulunya rutin datang ke gereja, sudah berhenti untuk datang ke gereja. Bagaimana dengan remaja Kristen di Indonesia ?

Mari kita melihat hasil survei Bilangan Research Center (BRC) yang berjudul Spiritualitas Generasi Muda Kristen di Indonesia. Pada tahun 2018, BRC telah melakukan survei terhadap 4.095 generasi muda Kristen (15 – 25 tahun) yang tersebar di 42 kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

Hasil survei menunjukkan bahwa 91.8% remaja Kristen di Indonesia masih rutin untuk ikut ibadah di gereja, baik ibadah umum maupun pemuda atau remaja. Rutin yang dimaksid adalah minimal 2 sampai 3 kali dalam 1 bulan. Hal ini mungkin terlihat baik pada awal, akan tetapi mari kita cermati lebih jauh detailnya.

Persentase remaja yang tidak rutin beribadah meningkat seiring dengan kelompok usia. Pada rentang usia 15-18 tahun jumlah remaja yang tidak rutin beribadah sebanyak 7.7%, meningkat menjadi 10.2% pada usia 19-22 tahun, dan mencapai 13.7% pada usia 23-25. Peningkatan terjadi secara konsisten dan bahkan hampir 100% jika dilihat dari rentang usia termuda ke rentang usia terdewasa. Dapat diprediksi akan semakin tinggi persentase pada rentang usia berikutnya.

Lalu, bagaimana potensi meninggalkan gereja pada 91.8% yang masih rutin beribadah ? Mari kita lihat pada alasan atau motivasi terkuat mereka untuk hadir secara rutin. Sebanyak 33.3% dari mereka mengatakan karena mengasihi Yesus dan 29.0% karena merasa sudah menjadi kebiasaan atau bahkan kewajiban. Hanya 19.4% yang datang karena membutuhkan makanan rohani dan ingin menyembah Yesus, serta 11.0% senang dengan kegiatan / ibadah remaja – pemuda. Masing-masing alasan tersebut memiliki potensinya masing-masing. Mereka yang datang rutin karena kewajiban, baik itu pelayanan maupun keluarga, sangat berpotensi untuk meninggalkan gereja jika sudah mendapat kebebasan. Sedangkan mereka yang datang karena makanan rohani berpotensi untuk pindah ke gereja lain jika sudah tidak mendapat makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi mereka. Jadi dapat dikatakan bahwa 1 dari 3 remaja Kristen yang rajin ke gereja berpotensi untuk tidak lagi rutin ke gereja dan 1 dari 5 remaja Kristen yang rajin ke gereja berpotensi untuk pindah ke gereja lain.

Bagaimana dengan yang sudah tidak rutin ? Apa alasan mereka untuk mulai berhenti datang ke gereja ? Sebanyak 28.2% mengatakan bahwa ada banyak kegiatan yang menarik di luar gereja, 21.2% merasa pemimpin/kepemimpinan gereja buruk, 12.4% menilai bentuk ibadah sudah tidak menarik, dan 11.2% merasakan banyaknya kepura-puraan dalam gereja. Pemimpin atau kepemimpinan yang dimaksud meliputi Visi (tidak adanya visi yang besar dan menantang), Engagement (tidak melibatkan kaum muda dalam tanggung jawab pelayanan), dan Disconnect (tidak memahami pola pikir anak muda karena kolot dan otoriter). Dapat dikatakan bahwa 61.8% remaja merasa bahwa gereja sudah tidak menarik dan tidak cocok bagi mereka.

Sebaliknya, apa kegiatan yang paling bermanfaat menurut remaja yang datang secara rutin ? 59.7% responden berkata bahwa khotbah hari Minggu merupakan hal yang paling bermanfaat bagi mereka dan 17.5% mendapat manfaat terbesar dari kesempatan yang diberikan untuk melayani. Sebanyak 11.5% merasa paling terberkati oleh adanya Bible Study atau Seminar-Seminar. Dapat kita lihat bahwa 2 kegiatan paling bermanfaat bagi remaja yang sering datang sama dengan 2 alasan terbesar bagi mereka yang telah meninggalkan gereja. Hal menunjukkan bahwa hal terpenting yang dicari para remaja adalah khotbah dan kesempatan melayani.

Sementara itu data lain dalam survei ini menunjukkan bahwa bagi remaja yang merasa merasa bahwa khotbah yang disampaikan berguna dan relevan bagi hidup mereka, ada 93.9% responden yang ikut ibadah secara rutin, sedangkan bagi yang tidak merasa, hanya ada sebanyak 63.7%. Dapat dikatakan bahwa remaja yang mendapat khotbah yang tidak berguna dan tidak relevan dengan hidup mereka akan 6 kali lebih mungkin untuk meninggalkan gereja.

Sama halnya dengan relevansi khotbah, hasil survei juga menunjukkan perbedaan yang siginifikan antara gereja yang mendorong mereka untuk terlibat dalam pelayanan dengan yang tidak. Terdapat 95.2% remaja yang rutin beribadah pada gereja yang mendorong ikut pelayanan, sedangkan bagi gereja yang tidak mendorong hanya terdapat 72.9% yang rutin. Dengan kata lain remaja yang mendapat tidak mendapat dorongan dari gereja untuk melayani akan 5 kali lebih mungkin untuk meninggalkan gereja.


Apa yang gereja dapat lakukan ?


Hasil survei menunjukkan bahwa generasi muda masa kini mengharapkan khotbah yang relevan dan bermanfaat bagi hidup. Mereka juga senang jika diberikan visi yang besar dan menantang. Selain itu mereka juga ingin dilibatkan dalam tanggung jawab pelayanan. Tentu saja komunikasi yang dilakukan baik dalam khotbah maupun pelayanan perlu disesuaikan dengan pola pikir generasi muda saat ini. Jika semua hal tersebut tidak terakomodasi maka gereja akan dianggap tidak lagi berguna dan bahkan tidak cocok bagi mereka. Mereka akan memilih kegiatan lain di luar gereja yang dianggap lebih menarik, lebih berguna dan lebih memberikan rasa nyaman bagi mereka  Sementara itu, gereja akan semakin ditinggalkan.


Setiap anggota jemaat pada suatu gereja lokal memiliki keunikan dan kebutuhannya masing-masing. Kebutuhan tersebut pun dapat dengan mudah berubah seiring dengan perkembangan zaman dan dinamika sosial yang ada. Oleh karena itu gereja perlu melakukan survei akan kebutuhan jemaat secara berkala serta mendapatkan masukan untuk meningkatkan pelayanan. Ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan.

Cara yang paling sederhana dan efektif adalah dengan melakukan kunjungan ke anggota jemaat secara rutin. Melalui cara ini, anggota jemaat dapat menyampaikan langsung dengan lebih detail apa yang menjadi kebutuhan dan ganjalan dalam hati mereka. Selain itu juga dapat memperkuat relasi antar pimpinan dan anggota gereja. Akan tetapi metode ini sangat tergantung pada rasio jumlah keluarga dengan jumlah ketersediaan Hamba Tuhan yang melakukan kunjungan.

Cara lain yang dapat dilakukan adalah dengan menyebarkan kuesioner pada anggota jemaat. Tentu saja pertanyaannya dibuat dengan sebaik mungkin agar hasil yang didapatkan cukup jelas sehingga dapat dijadikan pertimbangan untuk pengambilan keputusan.


Seringkali birokrasi gereja yang panjang dan sentralisasi sinode membuat pengambilan keputusan membutuhkan waktu yang sangat lama. Di sisi lain, anak muda yang hidup pada zaman yang serba praktis dan mudah dalam berkomunikasi seperti saat ini membutuhkan keputusan yang cepat. Keputusan yang serba lambat akan membuat anak muda menjadi malas untuk terlibat dalam pelayanan di gereja. Selain itu, dengan memangkas birokrasi dan mengurangi sentralisasi dapat menambah kebebasan para anak muda untuk berkreasi dalam melakukan tugas pelayananan, selama masih dalam batas-batas yang diberikan. Tentu saja ini sangat berarti bagi mereka, karena dengan kata lain gereja menghargai mereka melalui pemberian kepercayaan yang lebih untuk melakukan tanggung jawabnya, khususnya dalam hal pengambilan keputusan. Mereka tidak lagi hanya sekedar melaksanakan keputusan dari para senior di gereja.